Senin, 14 April 2014

Di Jailin di Perpustakaan Daerah

Hallo semuanya!!^^/ Saat ini aku akan berbagi cerita cerpen karyaku sendiri yg judulnya "Di Jailin di Perpustakaan Daerah" Semoga kalian menikmati bacaannya & jangan lupa tinggalkan komentar yaa^^/
Selamat membaca~


Nama ku Ami, saat ini aku masih duduk di salah satu bangku SMK swasta di Bandung & kini aku sudah kelas 11 dengan teman-teman baikku. Ceritanya waktu itu kebetulan sekolah pulang cepat dalam sepekan ini karena kita sedang melenjalani UAS, & otomatis kita juga sering main dulu sebelum langsung pulang sekolah. Waktu itu aku, Ira, & Nisa sedang ketagihan pergi ke PerPusDa di daerah Kawaluyaan. Karena selain banyak buku-buku yg menarik, tapi juga fasilitasnya memadai banget.
“Ke PerPusDa lagi yuk? Aku pingin lanjut baca novel yg kemarin nih! Belum selesai bacanya kan keburu mau tutup.” Ajak Ira saat kami sedang istirahat merefresh pikiran dari UAS barusan di kantin sambil memakan cemilan masing-masing. “Dasar! Dateng-dateng langsung nyolong ngajak aja! Bentar nih! Aku laper belum sarapan!” ucapku menanggapi Ira. “Yaaa tapi mau kan kesana? Yah Ami? Mau yaa? Kan katanya juga kamu mau lanjut baca novel sama komik yg kemarin.” Ira tiba-tiba memohon begitu. “Iya, iya deh!” aku menurut saja.
“Tapi aku ga ikut ya, soalnya aku disuruh pulang cepet nih sama mama!” ucap Elis nyambung sambil membereskan barang-barangnya juga. “Loh kenapa? Tumben, biasanya aja suka ikut kok!” tanya Nisa sedikit heran. “Mama ku lagi sakit, jadi aku harus pulang cepet. Udah ya semua! Aku duluan!” Elis langsung pamitan.
“Hei!” tiba-tiba ada yg menyapa kami sampai hampir membuat kami jantungan, saat aku melihat keasal suara. Ternyata Belina, kami mengomelinya sedikit karena sudah membuat kami hampir jantungan.
“Ke PerPusDa? Bener nih kalian mau kesana?” tanya Belina saat kami bilang tujuan kami setelah ini mau kemana. “Iya, emang kenapa?” tanyaku sedikit heran juga. “emm, aku boleh ikut ga? Soalnya aku juga males jam segini di rumah.” Belina.
“Boleh, makin banyak makin seru!” ucapku mengiyakan. “Iya, yuk langsung caw aja kesana!” Ira langsung mengemas barangnya sendiri sudah tidak sabaran. Aku & Nisa juga sama lalu langsung pergi naik angkot agar lebih cepat sampai sana. Sebenarnya lokasinya bisa ditempuh jalan kaki karena dekat juga dari sekolah, tapi kita males & ga mau capek.
Setelah sampai, kami berjalan kaki kedalam sedikit & sampai lah di PerPusDa, setelah mengisi buku tamu. Kami menuju locker untuk menyimpan barang, saat menuju ke lift tiba-tiba ada satpam yg menghampiri kami. “Maaf neng, lagi istirahat. Jadi tempatnya bakal ditutup sebentar, sekitar setengah jam lah.” Ucap bapak itu. Benar saja, ada pengumuman audio di sana. kami pun berfikir mau kemana, untuk menunggu selama istirahat.
“Aku laper nih! Nis, kita cari makan dulu yuk?” ajak Beliana. “Kalian mau jajan?” tanya Ira langsung menanggapi. “Iya, habis aku laper! Beli mie ayam yuk?” ajak Beliana lagi. “Aku tadi udah makan, ya udah kalian aja kesana.” Tolakku pelan. “Aku juga bawa bekel, ya udah kalian jajan aja. Nanti kita tunggu kalian di lantai 2 ya deket ruang baca remaja.” Ira merencanakan. Lalu kami sepakat, Nisa & Beliana pergi keluar lalu aku & Ira ke arah yg berlawanan. Ira mengajakku ke locker untuk mengambil bekal makannya, lalu kami berdua berjalan sambil mengobrol ke arah lift di dekat pintu utama. Saat lift berdenting & pintu terbuka, kami langsung saja masuk ke dalam yg tidak ada siapa-siapa karena tadi baru saja keluar seorang bapak-bapak yg bertugas bersih-bersih melewati kami.
Saat masuk & mau menutup pintu aku bertanya pada Ira mau ke lantai berapa, Ira langsung berkata ke lantai 2. Aku langsung menekan tombol itu & sampai di lantai 2, kami mencari tempat duduk & mendapat sofa yg kosong. Aku & Ira menunggu mereka disitu sambil Ira sendiri makan bekalnya, aku & dia terus saja ngobrol & tertawa bersama. Tiba-tiba hp ku bergetar, aku melihatnya ternyata sms dari Nisa. Dia bertanya aku dimana, aku langsung membalasnya untuk segera ke lantai 2 dekat ruang baca remaja.
Tidak lama, Nisa & Beliana datang menghampri kami. Mereka baru keluar dari lift itu, kami mengobrol bersama disitu & berfoto narsis juga sedikit. Aku melihat jam digital di hp sudah menunjuk angka 12.15
“Ra, solat dulu yuk?” ajakku padanya langsung. “ayo! Kalian ikut ga?” Ira beralih ke mereka berdua. “aku lagi dapet nih!” ucap Nisa langsung. “aku juga!” Beliana pun sama. “ya udah, kita solat dulu yuk? Kalian disini aja oke?” aku & Ira langsung beranjak & menuju lift lagi. “mushola nya dimana gitu?” tanya Ira padaku. “lantai 1, waktu itu seinget aku di sana. nanti deh kita cari aja!” ucapku langsung menekan tombol lift. Sebelum ke mushola, Ira mengajakku ke locker lagi untuk menyimpan tempat makannya yg sudah kosong. Lalu kami menuju mushola yg kami sendiri mengira-ngira tempatnya dimana, & akhirnya ketemu juga tempatnya.
Setelah solat, Nisa sms lagi & bertanya masih di mushola? Lalu aku berkata iya, ini juga mau balik bentar lagi. Setelah memasang sepatu, “Lewat mana?” tanya Ira padaku langsung. “Ke sana juga bisa kalo ga salah, kan waktu itu pernah ke sana terus ada lift.” Ucapku menunjuk lorong yg lumayan sepi. Aku & Ira langsung berjalan bersama kearah  lorong itu & kami sempat tersesat karena tidak menemukan liftnya juga, saat berjalan di lorong itu. Aku melihat kesalah satu cabang jalan di sebelah kanan, salah satu lampu di lorong itu berkedip-kedip tidak wajar padahal yg lain menyala sempurna. Ah paling rusak! Pikir ku begitu.
Ira pun sedikit aneh, dia malah banyak diam walau dari tadi dia terus melihat sekeliling mencari jalan & lift. “Ra! Mau kemana ih?” tanyaku yg mengikutinya disampingnya pas, “aku juga ga tau, di sana ga ada jalan, disana tapi taku salah.” Katanya ikut bingung.
“sebenarnya aku ngerasa & inget kalo lokasi liftnya itu di lorong yg tadi kita lewatin di sebelah kanan, Cuma aku ngerasa ga enak aja sama itu jalan.” Ucapku sedikit berbisik. “sama aku juga!” ucap Ira tersenyum remeh. Ira memang bisa melihat hal-hal yang tidak kasat mata, & aku sendiri? Aku hanya bisa merasakannya, aku tahu ‘dia’ dimana tapi aku tidak tahu wujudnya seperti apa kerena aku memang tidak bisa melihatnya.
Saat kami berjalan ke arah suatu ruangan, kami bingung karena jalan ini buntu hanya ruangan yg berupa gudang berantakan dengan kardus bekas. Saat kami masuk kedalam berharap ada pintu keluar, tiba-tiba Ira bereaksi seolah merinding ketakutan & berlari melewatiku duluan. “Ra tunggu! Ih kamu kenapa?” aku ikut meyusul mencoba tidak tegang. “Banyak banget!” katanya berhenti berlari & jauh dari tempat itu, “Masa?” aku mengerti dia berbicara apa. “Tadi waktu kita masuk, semuanya di ruangan itu ngeliatin kita terus mereka ngumpul ketengah ngeroyokin kita berdua.” Ucap Ira sambil menunjukkan raut muka sedikit ketakutan.
Aku beristigfar berkali-kali mencoba menengkan diri. “aku malah ngerasa ada yg ngikutin kita & utamanya aku malah.” Aku mulai merasakan reaksi yang dibuat oleh tubuhku yg biasanya muncul kalau aku merasakan keberadaan ‘mereka’. “Udah yuk, permisi! Kita ga ganggu kok.” Ucapku pelan & berjalan menarik Ira mencari jalan lagi.
“Kita lewat sini aja ya, kalo ga ada jalan sama sekali.” Saran Ira menunjuk lorong yg sebelumnya itu, “yakin? Aku takut nambah parah nih!” aku sedikit ragu. “Bissmillah aja!” Ira menegaskan, lalu aku pun melangkah bersama & melewati lorong itu dengan tetap membaca ayat Al-Quran. Lampu yang berkedip tidak wajari itu terus begitu, tidak berhenti atau langsung mati.
Akhirnya kami menemukan lift, saat langsung menuju lantai 2 langsung kami malah dikejutkan dengan lorong yg kosong lagi tidak ada siapa-siapa & malah ada tangga darurat. “Ini lantai 2 kan?” tanya Ira bingung. “Iya! Ga mungkin tadi salah mencet! Masa kayak gini sih tempatnya?” aku mengikuti Ira yg menuju ruangan kosong lagi & dia kembali berlari ke arah lift. Aku terus beristigfar sambil berjalan ke arah lift, “apa salah ya? Coba ke lantai 3.”
Lalu sampai disana, ini lebih aneh! Hanya gudang yang terbengkalai kosong tidak ada apa pun selain kardus bekas. Tapi di ujung sana ada pintu tertutup, aku mengajak Ira untuk ke arah sana. tapi Ira langsung berlari ke luar melewatiku, aku menyusul dia sambil melihat sekeliling karena aku merasa ada yg mengikutiku terus.
Tiba-tiba enatah kenapa aku merasa punggungku panas, apa ‘dia’ masih mengikutiku ya? Pikirku, lalu sekarang entah kenapa punggungku terasa sangat berat! Berat sekali seolah memikul beban yg besar & terasa panas juga. Aku terus mengucap kalimat istigfar dalam hatiku. “Ra, kenapa berat ya punggung aku?” tanyaku sambil menggandeng tangan Ira.
Ira lalu menengok ke arah ku & melihat ke atas, dia langsung menunduk & seolah tidak mau meihat lagi. “Kenapa Ra?” tanya ku sediki heran & sedikit panik juga. “Teh, ada!” ucap Ira yg sering memanggilku teteh dalam bahasa sunda artinya kakak perempuan.
“bohong ah!” bantahku sedikit terkejut mengerti maksud ucapannya. “Bener teh!” Ira melirik lagi kearah ku & tidak berani melirikku lagi. “Di.... mana? Besar?” tanyaku curiga kalo ‘dia’ ada di punggungku yg membuat ku merasa berat ini. “Di.... punggung teteh, lumayan.” Jawabnya pelan tapi tenang. “Astagfirullah!” sentakku langsung. Di susul membaca ayat-ayat Al-Quran dalam hati berulang ulang. “Ra... aku mau baca al-fatihah kenapa susah aku lanjutin?” tanyaku sedikit heran. “Coba teteh baca ayat kursi, tapi pelan-pelan aja kalo susah juga.” Katanya menyarankan. Aku menuruti, benar juga agak susah tapi tetap aku melawan kesusahan itu & membacanya berulang-ulang.
Setelah hampir samapai lift, Ira lalu mulai berani melihat kearahku & kami masuk lift lagi. Kami menuju lantai 2 kembali kesana & suasana tempat itu lebih aneh! Tidak ada jalan keluar sama sekali selain tangga darurat! “Ih jail banget! Ga lucu banget deh!” ucap Ira frontal sambil senyum meremehkan. “Satu-satunya jalan, kita jangan pake lift ini! Kita turun lewat tangga terus cari lift utama didepan.” Aku berfikir cepat karena sudah muak juga dengan semua ini. Ira menuruti ku & benar saja kita bisa menemukan lift utama di depan, kita berdua berlari senang menemukan lift itu & langsung masuk ke sana.
Aku & Ira mendesah lega bersamaan, “Tapi Ra, yg ada di punggungku tadi emang bener nih gede?” tanyaku sedikit penasaran. “Lumayan gede, tapi ga terlalu juga. Habis tepatnya dia duduk di sini teteh.” Ucap Ira sambil menepuk pundak bagian belakangku pelan, “masih ada?” tanyaku lagi. “Nggak ko, udah ga ada.” Katanaya menenangkan sedikit. “cewek cowok?” tanyaku sambil menunduk sedikit karena aku masih bisa merasakan beratnya itu walau pun sudah tidak ada.
“Cewek.” Jawab Ira tegas sedikit, aku menghela panjang. “Tapi masih kerasa beratnya loh, bekas kali ya masih ada?” ucapku lagi berterus terang. “Iya Cuma bekas aja, nanti juga ilang kok tenang aja. Habisnya tadi dia tuh mau masuk ke teteh Cuma ga bisa, mungkin karena teteh baca ayat Al-Quran terus, terus kayaknya dia mau ngetes teteh sedikit soalnya iman teteh kuat. Mungkin dia udah pergi juga capek terus ngikutin soalnya teteh susah dimasukkin.” Jelas Ira sambil memeragakan tangannya yg seolah mau menembus tubuhku dari belakang. “Serem liat tangannya! Item legam kayak terbakar gitu! Ih ya Alloh!!” erang Ira bergidig. Aku Cuma beristigfar terus & membaca ayat Al-Quran lagi & ternyata hafalanku itu malah lancar tanpa beban sedikitpun. Aneh pikirku, tapi aku terus melanjutkan bacaan untuk berjaga-jaga juga.
“aku masih kepikiran yg tadi di jailin, ga lucu banget sih! Jail banget serius! Kita salah apa coba sampe mereka jail ke kita.” Ucap Ira masih sedikit heran juga. “mungkin penasaran sama kita, makannya gitu. Udah ah aku ga mau lagi!” ucapku sedikit. “apa lagi aku teh! Tapi ada untungnya juga sih teteh yg bareng aku, coba kalo si Nisa. Pasti deh kalo ga bertingkah panik, kerasukan bisa kayak waktu itu!” ucap Ira. Aku  tersenyum mengingat Nisa yg pernah dirasuki tepatnya hampir waktu di sekolah & itu pun saat aku sudah pulang duluan.
Saat kami sampai di lantai 2, benar saja ini tempat yg benar! Aku langsung melihat Beliana melambai pada kami berdua, kami langsung menghampiri mereka & duduk di sofa dengan lemas. Kami menceritakan sedikit kejadian yg kami alami barusan, mereka sempat tidak percaya & sangat terkejut. “Uh! Kalo aku jadi teteh ga tau deh udah gimana.” Nisa bergidig menanggapi apa yg aku alami sendiri. Aku Cuma menggeleng sambil tersenyum pahit.

Lalu waktu istirahat habis, & ruang baca sudah bisa di masuki oleh umum. Selama membaca pun aku masih merasakan beban berat itu, tapi perlahan-lahan rasa itu mudar & hilang.

*Jangan lupa untuk tinggalkan komentar okee~ ;))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar